Geo-Tek


Medianya Geologi

Website ini Memuat Materi-Materi yang berhubungan dengan Ilmu Geologi. dipersembahkan kepada seluruh Geologi Mania dimanapun berada, umumya Mahasiswa Jurusan Teknik Geologi, dan saya khususkan Mahasiswa Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.

Bursa Ilmu & Duit

Medianya Anak Teknik Geologi~Kumpulan Materi Kuliah Geologi~Galery Geologi~Geo field trep

Minggu, 24 Mei 2009

KOMPAS GEOLOGI DAN CARA PENGGUNAANNYA

II.1 Kompas Geologi

Kompas, klinometer, dan “hand level” merupakan alat-alat yang dipakai dalam berbagai kegiatan survei, dan dapat digunakan untuk mengukur kedudukan unsur-unsur struktur geologi. Kompas geologi merupakan kombinasi dari ketiga fungsi alat tersebut. Jenis kompas yang akan dibahas disini adalah tipe Brunton dari berbagai merek.

II.1.1 Bagian-Bagian utama kompas geologi

Bagian-bagian utama kompas geologi tipe Brunton diperlihatkan dalam (Gambar II.1). Yang terpenting diantaranya adalah :

1. Jarum magnet

Ujung jarum bagian utara selalu mengarah ke kutub utara magnet bumi (bukan kutub utara geografi). Oleh karena itu terjadi penyimpangan dari posisi utara geografi yang kita kenal sebagai deklinasi. Besarnya deklinasi berbeda dari satu tempat ke tempat lain. Agar kompas dapat menunjuk posisi geografi yang benar maka “graduated circle” harus diputar.

Penting sekali untuk memperhatikan dan kemudian mengingat tanda yang digunakan untuk mengenal ujung utara jarum kompas itu. Biasanya diberi warna (merah, biru atau putih).

2. Lingkaran pembagian derajat (graduated circle)

Dikenal 2 macam jenis pembagian derajat pada kompas geologi, yaitu kompas Azimuth dengan pembagian derajat dimulai 0o pada arah utara (N) sampai 360o, tertulis berlawanan dengan arah perputaran jarum jam dan kompas kwadran dengan pembagian derajat dimulai 0o pada arah utara (N) dengan selatan (S), sampai 90o pada arah timur (E) dan barat (W). (Gambar II.2)

3. Klinometer

Yaitu bagian kompas untuk mengukur besarnya kecondongan atau kemiringan suatu bidang atau lereng. Letaknya di bagian dasar kompas dan dilengkapi dengan gelembung pengatur horizontal dan pembagian skala (Gb. II.3A). Pembagian skala tersebut dinyatakan dalam derajat dan persen.

II.2 Menyesuaikan Inklinasi dan Deklinasi

Sebelum kompas digunakan di lapangan, hendaknya diperiksa dahulu apakah inklinasi dan deklinasinya telah disesuaikan dengan keadaan tempat pekerjaan.

II.2.1.1 Inklinasi

Inklinasi adalah kecondongan jarum kompas yang disebabkan oleh perbedaan letak geografi suatu daerah terhadap kutub bumi. Sudut kecondongan akan hampir 0 (horizontal) apabila kita berada di dekat/di sekitar equator, dan semakin bertambah besar apabila mendekati kutub-kutub bumi. Dengan demikian, maka tiap tempat di atas bumi ini akan mempunyai sudut inklinasi yang berbeda-beda.

Pada dasarnya, sebelum kompas geologi itu dapat digunakan dengan baik, kedudukan jarum harus horizontal. Untuk itu bisa digunakan beban (biasanya ada) yang dapat digeser sepanjang jarum kompas (Gambar II.2B – beban).

II.2.1.2 Deklinasi

Deklinasi adalah sudut yang dibentuk oleh arah utara jarum kompas dan arah utara sebenarnya (Utara geografi), sebagai akibat dari tidak berimpitnya titik utara magnit dan titik utara geografi.

Besarnya deklinasi di suatu daerah umumnya ditunjukkan pada peta topografi daerah tersebut. Untuk menyesuaikan agar kompas yang akan dipakai menunjukkan arah utara yang sebenarnya, lingkaran derajat pada kompas harus digeser dengan cara memutar “adjusting screw” yang terdapat pada sisi kompas sebesar deklinasi yang disebutkan (11 pada gambar II.1) contoh :

Deklinasi di suatu daerah adalah 15o West.

Artinya, utara magnetik berada 15o sebelah barat dari utara geografi. Dalam hal ini lingkaran derajat harus diputar, sehingga index (13 pada gambar II.1) akan menunjuk pada angka 15o sebelah barat titik 0o.

II.3 Penggunaan Kompas Geologi

Kompas geologi selain digunakan untuk menentukan arah, juga dapat dipakai untuk mengukur besarnya sudut lereng.

II.3.1 Menentukan arah azimuth dan cara menentukan lokasi

Arah yang dimaksudkan disini adalah arah dari titik tempat berdiri ke tempat yang dibidik atau dituju. Titik tersebut dapat berupa : puncak bukti, patok yang sengaja dipasang, dan lain-lain. Untuk mendapatkan hasil pembacaan yang baik, dianjurkan mengikuti tahapan sebagai berikut :

1. Kompas dipegang dengan tangan kiri setinggi pinggang (Gambar II. 4A)

2. Kompas dibuat horizontal (dengan bantuan “mata lembu” – 8 pada Gb. II.1) dan dipertahankan demikian selama pengamatan.

3. Cermin diatur, terbuka kurang lebih 135o menghadap ke depan dan sighting arm dibuka horizontal dengan peep sight ditegakkan (Gambar II. 4B).

4. Badan diputar sedemikian rupa sehingga titik atau benda yang dimaksud tampak pada cermin dan berimpit dengan ujung sighting arm dan garis tengah dan garis tengah pada cermin. Sangat penting diingat bahwa : bukan hanya tangan dengan kompas yang berputar tetapi seluruh badan.

5. Baca jarum utara kompas, setelah jarum tidak bergerak. Hasil bacaan adalah arah yang dimaksud. Pada gambar II.A, azimuth = S 45o dan pada gambar II.B, azimuth = N 220o E.

Hasil pembacaan arah dapat dipakai untuk menentukan lokasi dimana pengamat berdiri, dengan dibantu peta topografi. Pembidikan dapat dilakukan ke beberapa obyek yang lokasinya diketahui dengan pasti di peta (biasanya tiga obyek) kemudian arah-arah tersebut ditarik pada peta dengan menggunakan busur derajat dan segitiga. Titik potong ketiganya, yang bila pembacaannya tepat, akan hanya berpotongan di satu titik. Titik tersebut adalah titik dimana pengamat berdiri (lihat juga II.6).

Membaca arah dapat juga dilakukan dengan memegang dan menempatkan kompas pada posisi mata (Gambar II. 5A).

Kompas dipegang horizontal dengan cermin dilipat 45o dan menghadap ke mata (Gambar II. 5B). Arah yang ditunjukkan jarum dapat dibaca melalui cermin. Karena tangan penunjuk arah terbalik (menghadap kita), maka yang dibaca adalah ujung selatan jarum kompas. Yang mana dari kedua cara ini yang paling baik adalah tergantung dari kebiasaan kita dan keadaan medan.

II.3.2 Mengukur besarnya sudut suatu lereng dan menentukan ketinggian suatu titik

Untuk mengukur besarnya sudut lereng dilakukan tahapan sebagai berikut :

1. Tutup kompas dibuka kurang lebih 45o, sighting arm dibuka dan ujungnya di tekuk 90o.

2. Kompas dipegang dengan posisi seperti yang diperlihatkan dalam Gb. II.6. Skala klinometer harus di sebelah bawah.

3. Melalui lubang peep-sight dan sighting-window dibidik titik yang dituju. Usahakan agar titik tersebut mempunyai tinggi yang sama dengan jarak antara mata pengamat dengan tanah tempat berdiri.

4. Klinometer kemudian diatur dengan jalan memutar pengatur di bagian belakang kompas, sehingga gelembung udara dalam “clinometer level” berada tepat di tengah (Gambar II.3A).

5. Baca skala yang ditunjukkan klinometer seperti yang ditunjukkan dalam Gb. II. 3B. Satuan kemiringan dapat dinyatakan dalam derajat maupun dalam persen.

Apabila jarak antara tempat berdiri dan titik yang dibidik diketahui, misalnya dengan mengukurnya di peta maka perbedaan tinggi antara kedua titik tersebut dapat dihitung. Perbedaan tinggi tersebut dapat juga diketahui dengan cara seperti yang diperlihatkan dalam Gb. II.7. Dalam hal ini, ikutilah prosedur sebagai berikut :

1. Letakkan angka 0 klinometer berimpit dengan angka 0 pada skala.

2. Pegang kompas seperti Gb. II.6, gerakan dalam arah vertikal sedemikian rupa sehingga gelembung udara berada di tengah (no. 9 dalam Gb. II.1 atau Gb. II.3A).

3. Bidiklah melalui lubang pengintip sehingga mata, lubang pengintip dan garis pada jendela panjang (no. 4 pada Gb. II.1) berada dalam satu garis lurus. Perpanjangan dari garis lurus tersebut akan “menembus” permukaan tanah di depan pada suatu titik tertentu. Ingat-ingatlah titik “tembus” ini.

4. Beda tinggi antara pengamat berdiri dan “titik tembus” tadi sama dengan tinggi pengamat dari telapak sepatu sampai mata.

5. Berpindahlah ke “titik tembus” tadi dan ulanglah prosedur no. 2 dan 3 di atas sampai daerah yang akan anda ukur selesai.

Untuk mendapatkan hasil yang lebih teliti dalam pengukuran arah dan sudut lereng, dapat digunakan kaki –tiga (tripod) seperti pada gambar II.8.

II.4 Mengukur kedudukan unsur struktur

Dalam geologi kita hanya mengenal adanya 2 (dua) jenis unsur struktur, yaitu struktur bidang dan struktur garis.

II.4.1 Mengukur kedudukan bidang

Yang dimaksud dengan struktur bidang adalah bidang perlapisan, kekar, sesar, foliasi, dan sebagainya. Kedudukannya dapat dinyatakan dengan jurus dan kemiringan atau dengan arah kemiringan dan kemiringan.

Ada beberapa cara yang dapat diterapkan untuk mengukur kedudukan struktur demikian di lapangan, dan cara mana yang paling baik tergantung dari selera masing-masing atau telah ditetapkan dan merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh instansi tempat kita bekerja. Di sini hanya akan dikemukakan 3 (tiga) cara saja yang paling lazim dilakukan dan dapat dimengerti oleh setiap pemeta atau geologiawan.

II.4.1.1 Dengan kompas azimuth

Mengukur jurus dan kemiringan dengan kompas azimuth, ikutilah prosedur sebagai berikut :

1. Bukalah cermin kompas > 90o

2. Letakkan salah satu sisi kompas yang bertanda E atau W (bukan N atau S) pada bidang yang akan diukur.

3. Aturlah posisi kompas sedemikian rupa sampai horizontal dengan bantuan “mata lembu”. Tetapi harus dijaga agar sisi kompas tetap menempel pada bidang yang diukur (bila bidangnya renjul, lakukanlah itu dengan bantuan clipboard atau yang semacamnya).

4. Bacalah jarum utara dan segera catat agar tidak lupa (bila kompas diangkat, jarum akan bergerak). Angka yang anda baca adalah jurus bidang yang diukur.

5. Tandailah garis potong antara : bidang yang diukur dengan bidang dasar kompas (= bidang horizontal). Biasanya dengan menekan angka keras atau menggeser agak keras.

6. Ubahlan posisi kompas sehingga bidang dasar komp;as tegak lurus terhadap garis potong (= jurus) pada nomor 5.

7. Aturlah klinometer sehingga gelembung pengatur horizontal terletak di tengah. Kemudian bacalah angka yang ditunjukkan (dalam hal ini kompas dapat diangkat). Hasil yang diperoleh adalah besarnya kemiringan.

8. Putarlah kompas sedemikian rupa sehingga posisinya seperti dalam gambar II. 9C. Buatlah horizontal dan bacalah arah yang ditunjukkan jarum utara : misalnya N, NE, E, SE, S, SW, W, NW. Angkanya tidak perlu dicatat. Hasil pembacaan adalah arah kemiringan.

Kedudukan struktur bidang yang diukur dapat dicatat sebagai berikut : (misalnya) N 45oE/20oSE, artinya : jurus bidang adalah timur laut dan miring atau condong 20o ke arah tenggara. Bidang N 45oE/20o SE bisa juga dibaca dan dicatat sebagai N 225oE/20oSE. Angka yang pertama diperoleh karena yang ditempel adalah sisi yang bertanda E sedang angka yang kedua karena yang ditempel adalah sisi yang bertanda W.

II.4.1.2 Dengan kompas kwadran

Untuk mengukur jurus, lekatkan sisi kompas yang bertanda E atau W, letakkan horizontal dan baca salah satu ujung jarum. Dianjurkan agar selalu membaca angka pada belahan utara kompas (atau bagian dengan tanda N). Dengan demikian kita akan mempunyai bacaan-bacaan sebagai berikut N …E atau N….W (tidak akan terjadi S…E atau S…..W).

Untuk mendapatkan kemiringan prosedurnya sama seperti pada kompas azimuth, dan harus dinyatakan kemana arah kemiringannya. Untuk arah kemiringan hanya jarum utara yang dibaca.

Contoh : N 30o E/15o NW

N 40o W/20o NW

N 40o W/25o SW dan sebagainya

II.4.1.3 Membaca arah dan besarnya kemiringan

Cara ini dapat diterapkan baik untuk kompas azimuth maupun kwadran. Pada dasarnya cara ini adalah mengukur arah dan besarnya kemiringan bidang. Artinya kemana arah kemiringannya dan berapa besarnya. Jurusnya tidak diukur, tetapi dapat diketahui dengan sendirinya yaitu tegak lurus pada arah kemiringan. Perbedaannya dengan kedua cara terdahulu adalah pencatatan dan plotting dalam peta.

a. Pengukuran jurus

b. Pengukuran kemiringan

c. Pengukuran arah kemiringan

Prosedur mengukurnya adalah sebagai berikut :

a. Letakkan sisi kompas dengan cermin sejajar bidang yang diukur (atau sama dengan mendekatkan sisi kompas dengan tanda S) – Gb. II. 9C

b. Angka yang ditunjuk jarum utara adalah arah kemiringan bidang.

c. Besarnya kemiringan diketahui dengan prosedur-prosedur yang sama seperti pada cara pertama dan kedua (Gambar II. 9B)

d. Hasil bacaanyna akan ditulis : 20o N 45o E artinya : bidang itu miring 20o ke arah timur laut.

Cara ini lebih cepat (karena hanya satu kali menentukan arah) dan tidak mungkin terjadi kekeliruan dalam menentukan arah kemiringan bidang (kesalahan hanya akan terjadi apabila kita salah membaca jarum kompas) cara ini juga banyak diterapkan terutama di Eropa (Inggris) dan perusahaan-perusahaan minyak.

II.4.2 Mengukur kedudukan struktur garis

Struktur garis yang dimaksud disini dapat berupa : poros lipatan, Perpotongan 2 bidang, liniasi mineral, garis-garis pada cermin sesar, liniasi fragmen pada breaksi dan sebagainya.

Gambar

Kedudukannya dinyatakan dengan arah dan besarnya penunjaman atau (“plunge”) dan “pitch”. Yang dimaksud dengan arah disini adalah sama dengan yang dibahas pada II.3.1 (menentukan azimuth), jadi cara mengukurnya juga sama. Letakkan atau arahkan kompas dalam posisi horizontal sedemikian rupa sehingga salah satu sisinya berimpit dengan liniasi yang akan diukur dan “sighting arm” sejajar dengan arah garis, kemudian dibaca jarum utara. Cara mengukurnya, dapat dilakukan dengan meletakkan langsung kompas itu pada struktur yang diukur, atau sambil berdiri seperti pada gambar. Adapun penunjaman atau “plunge” adalah besarnya sudut yang dibuat oleh struktur garis tersebut dengan bidang horizontal diukur pada bidang vertikal melalui garis tersebut (Gambar II.10).

Cara menentukan besarnya penunjaman atau “plunge” (dibaca plans), adalah dengan membaca klinometer pada saat kedudukan kompas vertikal dan sisinya diletakkan seluruhnya (jangan hanya ujungnya) pada garis yang diukur.

II.5 Membaca kompas dan cara “plotting”

II.5.1 Membaca arah

Perlu diingat bahwa untuk membaca arah, baik kompas azimuth maupun kwadran, jarum yang diperhatikan hanyalah jarum utara. Dalam gambar II.2A arah yang ditunjukkan kompas adalah S 45o E sedangkan dalam gambar II.2B adalah N 220o E.

II.5.2 Membaca jurus

Membaca jurus lapisan sama persis dengan membaca arah oleh karena jurus tidak lain dari pada arah garis potong antara bidang lapisan dengan bidang horizontal.

Telah dianjurkan dalam II.4.1.2 bahwa membaca jurus pada kompas kwadran sebaiknya diamati jarum yang berada di setengah lingkaran kompas yang bertanda N. Oleh karena itu dapat terjadi bahwa yang berada di bagian yang bertanda N adalah jarum selatan.

II.5.3 Membaca sudut lereng, kemiringan lapisan atau penunjaman liniasi

Untuk membaca ketiga parameter di atas dipergunakan klinometer. Pada umumnya yang dibaca adalah skala “derajat”, tetapi khusus untuk sudut lereng kadang-kadang juga skala persentase (%).

Untuk skala “derajat”, pembacaan dapat dilakukan sampai “menit” yaitu dengan memperhatikan nonius yang tertera pada klinometer. Pada gambar II.3B, besarnya kemiringan adalah 10o 30’. Cara pembacaannya adalah sebagai berikut :

- Garis berangka 0 (nol) pada klinometer menunjuk diantara angka 100 dan 110. Artinya lebih besar dari 10o tetapi kurang dari 11o.

- Untuk membaca kelebihannya dari 10o, perhatikan garis-garis pada nonius, garis yang mana yang berimpit dengan skala pada derajat. Dalam contoh adalah garis 30. Dengan demikian angka kemiringannya adalah 10o 30’.

- Pada saat yang sama, kemiringan dalam “persen” adalah 19%.



READ MORE - KOMPAS GEOLOGI DAN CARA PENGGUNAANNYA

[ Baca Selengkapnya... ]

Senin, 04 Mei 2009

Analisa Profil


I.Maksud dan Tujuan

Maksud diadakannya praktikum Prinsip Stratigrfai acara analisa profil adalah untuk dapat menentukan lingkungan pengendapan dan untuk mendapatkan gambaran paleografinya.

Sedangkan tujuan dari praktikum analisa profil yaitu :

  1. Menganalisa profil dengan metode data outcroup/core/cutti
  2. Menganalisa profil dengan metode well log
  3. Membuat grafik log litologi yang ada
  4. Membuat grafik analisa ukuran butir berdasarkan jenis litologi yang ada
  5. Menentukan lingkungan pengendapan berdasarkan unit/paket urutan sedimen yang telah ditentukan
  6. Menentukan interpretasi litologi berdasarkan log gamma ray atau SP

II. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah:

  1. Sap praktikum
  2. Alat tulis menulis
  3. Pensil warna
  4. Mistar
  5. Kertas kuarto
  6. Problem set

III. Teori Ringkas

Analisa profil merupakan suatu cara yang digunakan untuk menentukan lingkungan pengendapan dan untuk mendapatkan gambaran-gambaran paleografi

dari lingkungan pengendapan tersebut. Metode yang digunakan merupakan metode stratigrafi asli yaitu dengan mengenali urutan vertikal dari suatu sekuen.

Analisa sekuen sangat penting dalam mengenali suatu lingkungan pengendapan. Suatu lingkungan tertentu akan mempunyai mekanisme pengendapan tertentu pula. Oleh karena itu urutan-urutan secara vertikal (dalam kondisi normal) akan mempunyai karakteristik tersendiri, dengan demikian suatu profil akan diketahui perkembangan pengendapan yang terjadi dan sekaligus dapat diketahui perkembangan cekungan.

Falsafah Dasar Analisa Profil

1. Konsep daur irama

Konsep ini menyatakan bahwa sedimentasi sering merupakan daur atau perulangan dari urutan-urutan yang sama. Contohnya luncuran turbidit, perpindahan dari jari-jari delta secara lateral. Berbagai daur atau irama yang diketahui adalah :

  1. Banding atau interklas : ab ab ab
  2. Cyclicatau simetri : abcdcba abcdcba
  3. Asimetri : abc abc

2. Hukum Walter

Menyatakan bahwa sedimentasi, urut-urutan fasies vertikal mencerminkan urutan lateral. Ini disebabkan karena lingkungan-lingkungan pengendapan yang dalam suatu waktu (interval waktu) berada berdampingan oleh proses progradasi dan terutama transgresi dan regresi yang dapat bertumpuk, dimana satu lingkungan pengendapan berada di atas yang lain.

3. Hukum Hjulstrom

Prinsip ini memungkinkan lapisan-lapisan halus yang telah terendapkan tidak dapat tererosi oleh mungkin cepatnya arus, sehingga urutan-urutan yang menghalus dan mengkasar ke atas dapat terjadi.

Analisa profil dari suatu stratigrafi batuan dapat dilakukan dengan menggunakan data outcroup, cattind dan data well log.

Data Outcroup

  1. Mengenal urutan vertikal dari tua ke muda ( sebaliknya).
  2. Mengamati jenis alas perlapisan (sharp, kontak, erosional, gradual kontak).
  3. Menggunakan ukuran butir untuk membuat pola/paket sedimen serta tebal tipisnya lapisan yang berkembang.
  4. Menentukan masing-masing unit genetik ( CU, FU, Tc, Tn) untuk menentukan paket sedimen.
  5. Mengenal jenis struktur yang berkembang pada suatu siklus sedimen
  6. Mengenal jenis biota atau fosil yang dapat teramati langsung di lapangan.
  7. Mendeskripsi litologi untuk mengetahui komponen batuan dengan menggunakan klasifikasi penamaan batuan yang sesuai.
  8. Untuk mengetahui genesa batuan sedimen terlebih dahulu menganalisa sifat campuran sedimen.
  9. Penggunaan dalam lingkungan pengendapan untuk biostratigrafi, sekuen stratigrafidan sebagainya.
  10. Dalam melakukan analisa di usahakan menyertakan gambar dan simbol yang mudah dimengerti.

Data Well Log :

a. membedakan pola kurva/tipe log untuk menentukan litologi (GR atau SP)

b. membedakan bentuk karakter log halus dan log kasar

c. menggunakan pola log untuk menentukan unit genetik atau paket siklus sedimen.

d. Mengenali pola umum yang berkembang pada setiap lingkungan pengendapan.

e. Sebelum membuat korelasi sedapat mungkin setiap profil log mempergunakan tanda yang dapat memeberikan informasi mengenai unit atau paket sedimen

f. Menggunakan model untuk mengetahui perkembangan cekungan, apakah transgresi atau regresi.

Log adalah suatu grafik kedalaman (bisa juga waktu) dari suatu set data yang menunjukkan parameter yang diukur secara berkesinambungan didalam suatu sumur. Dipandang dari segi waktu, lo0g dapat dibagi menjadi 3 macam yaitu log-log lapangan, log transmisi dan log hasil proses.

Untuk analisa suatu profil dapat menggunakan kurva log, dimana terbagi atas dua yaitu:

  1. log untuk penentuan lingkungan pengendapan
  2. Log untuk menentukan litologi yang ada pada urutan batuan

Untuk penentuan lingkungan pengendapan terdapat 5 bentuk log sebagai berikut :

1) Bentuk Cylindrical

Lingkungan eolian, greded fluvial, carbonate shelf, reef, dan submarine.

2) Bentuk Funnel shape

Lingkungan dustriutari mouth bar, klastik stand plain, barrier island, shallow marine sheet, sanstone, carbonate shoaling upward dan submarine fun lobe.

3) Bentuk bell shaped

Lingkungan fluvial point bar some transresive shelf sand

4) bentuk Symetrical

lingkungan sandy offshore bar some transgresive shelf sand CU and FU units

5) Bentuk irreguler

Lingkungan fluvial floodplain, carbonate slope, klastikslope canyo fill.


Ada beberapa model-model facies berbagai lingkungan pengendapan, yaitu :

Lingkungan Pengendapan

a. Facies Fluviatil

Sungai Bermeander

Sungai ini mempunyai aliran yang berkelok-kelok dan pada kedua tepinya yang berlawanan menunjukkan proses yang berbeda-beda. Pada salah satu tepi terjadi proses erosi dan pada tepi yang lain terjadi sedimentasi ecara akresi.

Secara morfologi, sungai bermeander terdiri dari bagian-bagian, yaitu :

  • Point bar ; pada bagian ini terjadi pengendapan secara akresi dari hasil erosi pada tepi yang berlawanan.
  • Channel ; selalu tergenang oleh lairan sungai, dimana pada bagian dasarnya terdiri lag deposit berupa material-material gravelan.
  • Leeve ; merupakan bagian tepi sungai denan tebing yang relatif lebih terjal, mengalami erosi yang diendapkan pada point bar.

Sungai Terayam

Sungai teranyam lebih banyak dijumpai pada daerah-daerah arid dan semiarid, dimana fluktasi aliran merupakan faktor yang sangat penting. Secara umum, sungai teranyam terdiri atas facies—facies :

· Channnel floor ; lag deposit yang kasar, ditutupi oleh trough cross bedding yang kurang jelas.

· Sekuen bar channel ; trough cross bedding yang nyata dan susunan planar cross bedding yang besar dengan orientasi arus purba yang divergen.

· Sekuen bar top ; susunan-susunan planar tabular cross bedding yang lebih kecil dan lapisan tipis dari akresi vertikal yang berupa batulanau dengan struktur laminasi berselang-seling dengan batulempung, serta batupasir cross sertifikasi sudut rendah.

b. Kipas Lembab (Humid Fun)

Merupakan kipas alluvial yang berkembang dalam iklim lembab. Terjadi pada lingkungan pengendapan yang disebabkan oleh perbedaan relief yang tinggi dan mempunyai kesamaan dengan kipas di daerah iklim kering, hanya saja suplai air terus menerus. Faciesnya dapat dibagi atas 3 macam, yaitu :

  1. Facies kipas proximal ; didominasi oleh gravel, perlapisan tidak jelas dan imbrikasi tersebar secara luas.
  2. Facies mid-fan ; dicirikan oleh unit antara lapisan gravel dan cross stratification serta pebly sandstone. Struktur scouring sangat jelas pada bagian dasar masing-masing bagian.
  3. Facies distal ; mempunyai lebih banyak variasi dan karakteristik, miaslnya trough cross stratification sandstone.


c. Facies Lacustrine

Pada umumnya danau-danau mempunyai tubuh yang kecil jika dibandingkan dengan tubuh air laut. Namun tidak menutup kemungkinan adanya danau yang lebih besar dari tubuh air laut, contaihnya Laut Kaspia lebih besar dari pada Teluk Persia.

Dalam kenyataanya banyak danau yang berukuran besar dan memounyai kedalaman hingga ratusan meter. Danau yang besar banyak menyerupai lautan dipandang dari proses fisik maupun sedimentasi. Adanya sedimentasi pelagis umumnya dipengaruhi oleh gelombang dan khas dengan partikel sedimen berbutir halus seperti batulempung dan batulanau.

d. Facies Gumuk Pasir

Gumuk pasir merupakan akumulasi pasir lepas berupa gundukan yang dihasilkan oleh arah angin yang bekerja pada suatu daerah dan mempunyai bentuk teratur. Gumuk pasir ini dapat terbentuk di daerah yang endapannya lepas seperti pasir pada daerah gurun atau daerah pantai.

Syarat mutlak yang harus dipenuhi untuk terbentuknya gumuk pasir adalah akumulasi pasir cukup banyak biasanya berasal dari sedimentasi sungai yang bermuara di situ, di samping faktor-faktor lain yang juga berperan.

Struktur khas pada gumuk pasir adalah cross bedding dan ripple mark. Dari struktur yang terbentuk karena pergeseran antara angin dengan butiran pasir, maka dapat dipakai untuk menentukan arah angin.

Lingkungan Pengendapan Transisi :

Facies Delta

Delta merupakan akumulasi sedimen terutama pada muara sungai maupun danau. Secara umum akan mempunyai asosiasi antara endapan darat seperti perlapisan pada facies fluvial dan perlapisan pada laut terbuka.

Syarat terbentuknya delta, antara lain :

  1. Jumlah material yang dibawa sungai sebagai hasil erosi cukup banyak.
  2. Bahan sedimentasi tidak terganggu oleh air laut.
  3. Arus sungai pada bagian muara mempunyai kecepatan minimum.
  4. Laut pada muara cukup tenang.
  5. Tidak ada ganggunan tektonik.

Facies Estuarium

Yaitu muara yang beRbentuk corong, diamna proses pembentukkannya dipengaruhi oleh erosi lateral dan aktivitas pasang surut air laut. Tipe morfologi estuarium ada 4 macam ; lembah sungai tenggelam, fiord, eustuarium yang dibangun oleh bar dan eustuarium produk dari tektonik. Secara tekstrural sekuennya fining upward. Sedangkan struktur sedimen seperti cross stratificatoin, lapisan flaser, lapisan bergelombang, lapisan lentikuler bersama dengan bioturbasi.

Facies Lagoon

Lagoon merupakan daerah dimana pada saat air pasang tergenang air laut dan pada saat air surut ada air tertinggal pada daerah ini yang bisa bercampur dengan air hujan atau air sungai.

Ciri-ciri lagoon adalah sebagai berikut :

  1. Struktur bioturbasi dan barrow dominan horizontal.
  2. Batuan dengan ukuran butir lanau – lempung atau batupasir halus.
  3. Adanya endapan batubara.
  4. Kaya akan sisa-sisa tumbuhan.
  5. Lanau me mperlihatkan struktur flaser.
  6. Batulempung atau batulanau berwarna gelap. Kemungkinan banyak mengandung material organik.

Facies Barrier

Barrier merupakan penghalang yang letaknya di depan pantai dan berhubungan dengan air laut. Ciri-cirinya adalah sebagai berikut :

  1. Batupasir ukuran butir halus – sangat halus.
  2. Struktur paralel laminasi.
  3. Sering dijumpai cross bedding.
  4. Bioturbasi dominan vertikal.
  5. Lingkungan Laut Dangkal

Dalam hal ini lebih ditekankan pada lingkungan pantai non deltaik, yaitu hingga kedalaman 200 m. Berdasarkan kisaran pasang surut (tidal range) pantai terdiri dari 3 macam :

  • Pantai microtidal ; kisaran pasang surut <>
  • Pantai mesotidal ; kisaran pasang surut 2 – 4 m.
  • Pantai macrotidal ; kisaran pasang surut > 4 m.

Daerah permukaan pantai secara umum dapat dipisahkan menjadi sub-sub lingkungan pengendapan yang sejajar dengan garis pantai, yaitu :

  1. Eolian Sand Dunes ; merupakan daerah permukaan pantai di atas tinggi gelombang rata-rata (supra tidal) membentuk punggungan-punggungan (gumuk pasir) dengan struktur cross bedding sudut curam serta dengan arah yang berubah-ubah. Endapan ini mempunyai pemilahan yang baik, dan dapat dijumpai akar-akar tanaman.
  2. Back Shore ; juga merupakan daerah intertidal dari permukaan pantai dan umumnya menunjukkan swash flow dan swash zone. Pada umumnya pada daerah ini didapatkan punggungan-punggungan asimetri yang dipisahkan oleh tunel-tunel dengan lebar 100-200 meter.
  3. Shore Face ; merupakan bagian permukaan pantai yang lebih dalam lagi, yatu dari permukaan rata-rata air surut sampai dengan dasar gelombang kondisi tenang, jadi merupakan subtidal. Selanjutnya semakin jauh lagi merupakan off shore.
  4. Kipas Bawah Laut (Sub Marine Fun) :
  5. Lower Fun ; dicirikan adanya penebalan ke atas (tickening upward), terdiri dari asoisasi facies-facies classical turbidites.
  6. Smooth Portion of Supran Lobes ; penebalan ke atas, asosiasi classical turbidutes, dalam sekuen progradasi bagian atas sudah terdapat massive sand stone.
  7. Channeled Portion of Duprafan Lobes ; penipisan ke atas (thinning upward), asosiasinya adalah konglameratan pada bagian bawah dan massive sandstone. Konglamerat umumnya berlapis bersusun (graded bedding).
  8. Upper fan ; merupakan sekuen-sekuen dari facies konglamerat, debris flow dan slump. Sekuen menipis ke atas (thinning upward) umumnya tidak berlapis baik.

IV. Pembahasan

Problem set 1

Pada problem set 1 ini pembagian unit dari litologi yang ada berdasarkan ukuran butir. Maka berdasarkan perubahan ukuran butirnya maka litologi yang ada dalam problem set 1 ini dibagi menjadi 3 genetik unit, yaitu :

  1. Pada genetik unit pertama ini disusun oleh litologi dari yang tertua yaitu batupasir halus dan diatasnya adalah batupasir kasar. Sedangkan jenis genetik unitnya yaitu coarsening upward dan Thickening Upward, dimana semakin keatas ukuran butirnya semakin kasar lapisannya menebal keatas.
  2. Adapun lingkungan pengendapan dari genetik unit ini yaitu pada lingkungan delta plain. Penentuan lingkungan pengendapan dari unit ini didasarkan atas ukuran butirnya yang kasar dan adanya struktur sedimen berupa trough cross bedding pada batupasir kasar yang merupakan struktur sedimen yang umumnya dijumpai pada lingkungan delta plain. Berdasarkan ukuran butirnya yang agak kasar maka dapat diinterpretasikan bahwa suplai sedimennya berasal dari sungai dengan energi pengendapan yang relatif sedang.
  3. Pada genetik unit kedua ini disusun oleh litologi batupasir dan diatasnya batupasir berukuran sedang dengan sisipan batubara.. Sedangkan jenis genetik unitnya yaitu agradasi dan Thickening Upward, dimana tiap lapisannya memilki ukuran butiryang sama yaitu berukuran pasir sedang dan lapisannya menebal keatas.
  4. Adapun lingkungan pengendapan dari genetik unit ini yaitu pada lingkungan delta plain. Penentuan lingkungan pengendapan dari unit ini didasarkan atas ukuran butirnya yang berukuran pasir sedang dan adanya struktur sedimen berupa trough cross bedding pada batupasir sedang dan
  5. combine flow reples juga pada batupasir sedang yang merupakan struktur sedimen yang umumnya dijumpai pada lingkungan delta plain. Berdasarkan ukuran butirnya , maka dapat diinterpretasikan bahwa suplai sedimennya berasal dari sungai dengan energi pengendapan yang relatif sedang.
  6. Pada genetik unit ketiga ini disusun oleh litologi dari yang tua kemuda yitu : batupasir halus, batubara, lanau, lempung dan serpih. Sedangkan jenis genetik unitnya yaitu Fining Upward dan Thinning upward, dimana lapisannya semakin keatas semakin berukuran halus dan lapisannya menipis keatas.
  7. Adapun lingkungan pengendapan dari genetik unit ini yaitu pada lingkungan lagoon. Penentuan lingkungan pengendapan dari unit ini didasarkan atas ukuran butirnya yang berukuran lanau dan lempung dan adanya struktur sedimen berupa laminasi pada batulempung yang merupakan struktur sedimen yang umumnya dijumpai pada lingkungan lagoon yang merupakan daerah tertutup. Berdasarkan ukuran butirnya , maka dapat diinterpretasikan bahwa suplai sedimennya berasal dari laut dengan energi pengendapan yang besar.


Problem set 2

Pada problem set 2 ini pembagian genetik unit dari litologi yang ada berdasarkan ukuran butir. Maka berdasarkan perubahan ukuran butirnya maka litologi yang ada dalam problem set 1 ini dibagi menjadi 5 genetik unit, yaitu :

  1. Pada genetik unit pertama ini disusun oleh litologi dari yang tertua yaitu lanau dan di atasnya batupasir kasar. Sedangkan jenis genetik unitnya yaitu coarsening upward dan Thickening Upward, dimana semakin keatas ukuran butirnya semakin kasar dan lapisannya menebal keatas.
  2. Adapun lingkungan pengendapan dari genetik unit ini yaitu pada lingkungan delta front. Penentuan lingkungan pengendapan dari unit ini didasarkan atas ukuran butirnya yang kasar dan juga ada yang berukuran lanau
  3. adanya struktur sedimen berupa trough cross bedding pada batupasir yang merupakan struktur sedimen yang biasa dijumpai pada lingkungan delta front. Berdasarkan ukuran butirnya yang agak kasar maka dapat diinterpretasikan bahwa suplai sedimennya berasal dari sungai dengan energi pengendapan yang relatif sedang.
  4. Pada genetik unit kedua ini disusun oleh litologi dari yang tertua yaitu batupasir halus selanjutnya batupasir sedang. Sedangkan jenis genetik unitnya yaitu coarsening upward dan Thickening Upward, dimana semakin keatas ukuran butirnya semakin kasar dan lapisannya menebal keatas.
  5. Adapun lingkungan pengendapan dari genetik unit ini yaitu pada lingkungan delta plain. Penentuan lingkungan pengendapan dari unit ini didasarkan atas ukuran butirnya yang kasar dan adanya struktur sedimen berupa combine flow riple pada batupasir sedang yang merupakan struktur sedimen yang biasa dijumpai pada lingkungan delta plain. Berdasarkan ukuran butirnya yang agak kasar maka dapat diinterpretasikan bahwa suplai sedimennya berasal dari sungai dengan energi pengendapan yang relatif sedang.
  6. Pada genetik unit kedua ini disusun oleh litologi dari yang tertua yaitu batupasir halus selanjutnya batupasir sedang. Sedangkan jenis genetik unitnya yaitu coarsening upward dan Thickening Upward, dimana semakin keatas ukuran butirnya semakin kasar dan lapisannya menebal keatas.
  7. Adapun lingkungan pengendapan dari genetik unit ini yaitu pada lingkungan delta plain. Penentuan lingkungan pengendapan dari unit ini didasarkan atas ukuran butirnya yang kasar dan adanya struktur sedimen berupa combine flow riple pada batupasir sedang yang merupakan struktur sedimen yang biasa dijumpai pada lingkungan delta plain. Berdasarkan ukuran butirnya yang agak kasar maka dapat diinterpretasikan bahwa suplai sedimennya berasal dari sungai dengan energi pengendapan yang relatif sedang.
  8. Pada genetik unit kedua ini disusun oleh litologi dari yang tertua yaitu batupasir halus selanjutnya batupasir sedang. Sedangkan jenis genetik unitnya yaitu coarsening upward dan Thickening Upward, dimana semakin keatas ukuran butirnya semakin kasar dan lapisannya menebal keatas
  9. Adapun lingkungan pengendapan dari genetik unit ini yaitu pada lingkungan delta plain. Penentuan lingkungan pengendapan dari unit ini didasarkan atas ukuran butirnya yang kasar dan adanya struktur sedimen berupa combine flow riple pada batupasir sedang yang merupakan struktur sedimen yang biasa dijumpai pada lingkungan delta plain. Berdasarkan ukuran butirnya yang agak kasar maka dapat diinterpretasikan bahwa suplai sedimennya berasal dari sungai dengan energi pengendapan yang relatif sedang.
  10. Pada genetik unit kelima ini disusun oleh litologi dari yang tertua yaitu batupasir halus, batupasir sedang, batupasir halus, batupasir halus, batupasir sedang. Sedangkan jenis genetik unitnya yaitu finning upward, dimana semakin keatas ukuran butirnya semakin halus.
  11. Adapun lingkungan pengendapan dari genetik unit ini yaitu pada lingkungan delta front. Penentuan lingkungan pengendapan dari unit ini didasarkan atas ukuran butirnya yang berukuran pasir sedang dan adanya struktur sedimen laminasi pada batupasir yang merupakan struktur sedimen yang biasa dijumpai pada lingkungan delta front. Berdasarkan ukuran butirnya
  12. yang agak kasar maka dapat diinterpretasikan bahwa suplai sedimennya berasal dari sungai dengan energi pengendapan yang relatif sedang.

Problem set 3

Pada problem set 3 ini pembagian genetik unit dari litologi yang ada berdasarkan ukuran butir. Maka berdasarkan perubahan ukuran butirnya maka litologi yang ada dalam problem set 1 ini dibagi menjadi 4 genetik unit, yaitu :

  1. Pada genetik unit pertama ini disusun oleh litologi dari yang tertua yaitu lempung, lanau, batupasir halus, batupasir halus. Sedangkan jenis genetik unitnya yaitu coarsening upward, dimana semakin keatas ukuran butirnya semakin kasar.
  2. Adapun lingkungan pengendapan dari genetik unit ini yaitu pada lingkungan delta front. Penentuan lingkungan pengendapan dari unit ini didasarkan atas ukuran butirnya yang berukuran pasir sedang, lanau dan lempugn serta adanya struktur sedimen lamiasi pada batulempung yang merupakan struktur sedimen yang biasa dijumpai pada lingkungan delta front. Berdasarkan ukuran butirnya yang agak halus maka dapat diinterpretasikan bahwa suplai sedimennya berasal laut dengan energi pengendapan yang relatif kuat.
  3. Pada genetik unit kedua ini disusun oleh litologi dari yang tertua yaitu lanau, selanjutnya batupasir halus. Sedangkan jenis genetik unitnya yaitu coarsening upward, dimana semakin keatas ukuran butirnya semakin kasar.
  4. Adapun lingkungan pengendapan dari genetik unit ini yaitu pada lingkungan delta front. Penentuan lingkungan pengendapan dari unit ini didasarkan atas ukuran butirnya yang berukuran pasir sedang dan lanau yang
  5. merupakan litologi yang biasa dijumpai pada lingkungan delta front. Berdasarkan ukuran butirnya yang agak halus maka dapat diinterpretasikan bahwa suplai sedimennya berasal laut dengan energi pengendapan yang relatif kuat.
  6. Pada genetik unit ketiga ini disusun oleh litologi dari yang tertua yaitu lempung, selanjutnya batupasir kasar. Sedangkan jenis genetik unitnya yaitu coarsening upward, dimana semakin keatas ukuran butirnya semakin kasar.
  7. Adapun lingkungan pengendapan dari genetik unit ini yaitu pada lingkungan delta front. Penentuan lingkungan pengendapan dari unit ini didasarkan atas ukuran butirnya yang berukuran pasir dan lanau, serta dijumpai struktur sedimen convulute laminasi pada batulempung pada lepung yang merupakan struktur sedimen yang biasa dijumpai pada delta front. Berdasarkan ukuran butirnya yang agak halus maka dapat diinterpretasikan bahwa suplai sedimennya berasal laut dengan energi pengendapan yang relatif kuat.
  8. Pada genetik unit keempat ini disusun oleh litologi dari yang tertua yaitu lanau, selanjutnya batupasir kasar, batupasir kasar, batupasir halus. Sedangkan jenis genetik unitnya yaitu agradasi dan Teckening upward, dimana semakin keatas lapisannya semakin tebal dengan ukuran butir yang sama.
  9. Adapun lingkungan pengendapan dari genetik unit ini yaitu pada lingkungan delta plain. Penentuan lingkungan pengendapan dari unit ini didasarkan atas ukuran butirnya yang berukuran pasir kasar dan dijumpainya struktur sedimen combine flow riple pada batupasir kasar dan load cast pada batupasir sedang yang biasa dijumpai pada lingkungan delta plain. Berdasarkan ukuran butirnya yang agak halus maka dapat diinterpretasikan bahwa suplai sedimennya berasal sungai dengan energi pengendapan yang relatif rendah..


Problem Set a

Pada problem set 1 ini pembagian genetik unit dari litologi yang ada berdasarkan ukuran butir. Maka berdasarkan perubahan ukuran butirnya maka litologi yang ada dalam problem set a ini dibagi menjadi 2 genetik unit, yaitu :

  1. Pada genetik unit pertama ini disusun oleh litologi dari yang tertua yaitu batupasir halus selanjutnya lempung. Sedangkan jenis genetik unitnya yaitu fining upward dan Tickening upward, dimana semakin keatas ukuran butirnya semakin halus dan lapisannya menebal keatas.
  2. Adapun lingkungan pengendapan dari genetik unit ini yaitu pada lingkungan delta plain. Penentuan lingkungan pengendapan dari unit ini didasarkan atas ukuran butir pasir sedang dijumpai bersama dengan lempung yang merupakan litologi yang umumnya dijumpai pada lingkungan delta plain. Berdasarkan ukuran butirnya yang agak kasar maka dapat diinterpretasikan bahwa suplai sedimennya berasal dari sungai dengan energi pengendapan yang relatif sedang.
  3. Pada genetik unit kedua ini disusun oleh litologi dari yang tertua yaitu lempung , batupasir, lempung, batupasir. Sedangkan jenis genetik unitnya yaitu coarsening upward, dimana semakin keatas ukuran butirnya semakin kasar.
  4. Adapun lingkungan pengendapan dari genetik unit ini yaitu pada lingkungan pro delta. Penentuan lingkungan pengendapan dari unit ini didasarkan atas ukuran butir pasir sedang dijumpai bersama dengan lempung yang merupakan litologi yang umumnya dijumpai pada lingkungan delta plain. Berdasarkan ukuran butirnya yang agak kasar maka dapat diinterpretasikan bahwa suplai sedimennya berasal dari sungai dengan energi pengendapan yang relatif sedang.

V. Penutup

a. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data yang ada maka dapat disimpulkan bahwa :

  1. Pada problem set satu terdiri dari tiga genetik unit, problem set dua terdiri dari lima genetik unit, problem set ketiga terdiri dari empat genetik unit dan problem a dua terdiri dari dua genetik unit, dimana dalam penentuan genetik unitnya adalah berdasarkan perubahan ukuran butirnya.
  2. Lingkungan pengendapan dari litologi yang ada pada problem set secara umum adalah pada lingkungan delta yang terbagi atas pro delta, front delta dan delta plain. Dan adapula yang diendapakan pada lingkungan lagoon yang ditandai dengan ukuran butir lempung, dijumpai batubara dan struktur sedimen laminasi.
  3. Dalam penentuan genetik unit dari suatu litologi, hal yang paling utama yang diperhatikan adalah perubahan ukuran butir dari litologi yang ada.

b. Saran

Untuk kedepannya sebaiknya lognya diberi nama, sehingga dapat diketahui jenis lognya apakah log gamma ray atau log SP.

Untuk genetik unit kedua, kandungan litologinya mulai dari bawah keatas adalah batupasir sedang dan batupasir halus dimana didominasi oleh batupasir sedang yang mempunyai ukuran butir yang relatif sama (Ag).Dijumpai pula adanya sisipan berupa batubaraPada batupasir tersebut dijumpai pula adanya struktur sedimen berupa trough cross bedding yaitu struktur sedimen yang berupa silang siur serta struktur sedimen combine flow riples yaitu struktur sedimen yang umumnya dijumpai pada lingkumgan sedimen yang mempunyai energi arus yang kuat,struktur silang siur ini oleh satua arah energi dari segala arah dan dapat pula terbentuk oleh energi bolak-balikBerdasarkan unit genetic dan struktur sedimen tersebut lingkungan pengrndapannya adalah pada daerah aktif delta.

Untuk unit genetik yang ketiga kandungan litologinya dari bawah keatas terdiri dari batupasir halus,batulanau,batulempung,dan serpih,serta sisipan berupa batubara,dimana sifat dari batuan ini semakin keatas semakin halus,dan menipis(Fu,Tn) dijumpai pula adanya struktur sedimen berupa laminasi yaitu struktur yang berupa lapisan-lapisan tipis dengan ketebalan kurang dari 1 cm.Berdasarkan unit genetik serta struktur sediemen tersebut dapat diketahui bahwa lingkungan pengendapannya adalah pada daerah delta front.

Problem set ke 4

Berdasarkan hasil analisa data log tersebut diketahui bahwa kandungan litologinya terdiri dari 2 yaitu batupasir dan batulempung.Dari data tersebut terbagi menjadi lima genetik unit.

Untuk genetik unit yang pertama yang terdiri dari batulempung dan batukasar,yang sifatnya semakin keatas mempunyai ukuran butir yang semakin kasar dab menipis(Cu,Tn).Berdasarkan genetik unit serta analoisa bentuk grafik log tersebutdiketahui bahwa lingkungan pengendapannya adalah pada daerah fluviatil flood plain,.carbonate slope/clastic slope,canyon.

Untuk genetik unit yang ketiga dimana litologinya terdiri dari batupasir yang mempunyai ukuran butir yang relatif sama (Ag).Berdasarkan genetik unit serta bentuk grafik lognya dikatahui bahwa linhkungan pengendapannya adalah pada lingkungan Aeolian,graded,fluvial,carbonate self,reef serta submarine.

Untuk genetik unit yang ketiga yang terdiri dari batupasir dan batulempung dengan sifat ukuran butirnya kasar ke halus dan menipis (Fu,Tn).Berdasarkan genetik unit serta analisis bentuk grafik lonya diketahui bahwa lingkunganpengendapnya yaitu pada daerah lingkungan pengendapan fluvial point bar.


READ MORE - Analisa Profil

[ Baca Selengkapnya... ]

Pimpinan Redaksi

Foto saya
Makassar, Sul-Sel, Indonesia
Mahasiswa Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin, saya selalu bermimpi jadi seorang consultan Geologist dibidang Geologi Teknik. Nama favorit saya GABRO, Salah satu nama yang disakralkan di geologi, konon GABRO itu SEGITIGA BERMUDANYA Teknik GEOLOGI. Tanpa GABRO digeologi maka hampalah kejayaan geologi. tidak semua anda baca benar, yang benarnya GABRO itu orang Gagahnya ana' Geologi.

Geo-Tek Navigasi

Loading...

Google Translate

Google-Translate-Chinese (Simplified) BETA Google-Translate-English to French Google-Translate-English to German Google-Translate-English to Italian Google-Translate-English to Japanese BETA Google-Translate-English to Korean BETA Google-Translate-English to Russian BETA Google-Translate-English to Spanish
Powered by
Grab this Widget

Mata Kuliah Geologi

  • Batuan Karbonat
  • Endapan Mineral
  • Geologi Fisik
  • Geologi Komputerisasi
  • Geologi Laut
  • Geologi Linkungan
  • Geologi Minyak & Gas Bumi
  • Geologi Struktur
  • Geologi Teknik
  • Geomorfologi dan Geologi Citra
  • Hidro DAS
  • Hidrogeologi
  • Hukum Undang-Undang Bumi
  • Kristalminaralogi
  • Mekanika Tanah
  • Mineral Optik
  • Mtode Geologi Lapangan
  • Pemetaan
  • Pemodelan Air Tanah
  • Prinsip Stratigarafi
  • Teknik Komunikasi Ilmiah
  • Teknik Pantai
  • Vulkanologi
 
This Blog is proudly powered by Blogger.com | Template by Angga Leo Putra